5 Faktor yang Mendorong Orang Melakukan Perselingkuhan
TABLOIDBINTANG.COM - DALAM masyarakat Indonesia yang masih terikat dengan nilai-nilai religius dan tradisi yang kuat, perkawinan semestinya merupakan outlet bagi para pasangan untuk saling mencurahkan kasih sayang dalam bentuk paling primitif, hubungan seksual. Tapi nyatanya perselingkuhan dalam perkawinan kerap terjadi.
Dalam masyarakat kita yang majemuk ini, ada semacam standar ganda tentang perselingkuhan. Bila si suami kedapatan berselingkuh, masyarakat cenderung memaafkan dan memaklumi. Tapi bila si istri yang berselingkuh, kecaman tak terperi pedihnya.
Robert R. Bell dalam bukunya Marriage and Family Interaction, menyebutkan sejumlah faktor yang mendorong orang melakukan perselingkuhan dan extramarital coitus (hubungan seksual di luar nikah). Faktor-faktor itu adalah:
1. Dorongan mencari pengalaman seksual yang lebih variatif
Setelah beberapa tahun berlalu, perkawinan terasa hambar. Karena hubungan antara suami dan istri, baik itu seksual maupun non seksual, menjadi begitu biasa dan terkesan rutin. Sehingga pasangan berusaha mencari pengalaman seksual yang lebih menggairahkan. Pada beberapa kasus, salah seorang merasa pasangannya tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Bisa dalam kurangnya frekuensi hubungan seksual ataupun ketrampilan pasangan dalam bercinta. Sehingga ia membutuhkan mitra seks lain.
2. Keinginan balas dendam
Seringkali, bila salah seorang dari pasangan itu menyeleweng, pasangannya merasa tertantang untuk menyeleweng juga. ''Kalau dia bisa, masak saya tidak?'' begitu kira-kira pikiran yang muncul. Motivasi menyeleweng berubah dari membutuhkan keberadaan orang lain, menjadi sekadar balas dendam.
3. Pemberontakan
Pada beberapa kasus, penyelewengan terjadi karena si individu merasa dikekang kebebasannya oleh perkawinan. Sehingga menyeleweng merupakan caranya untuk berontak dari perkawinan, di mana hubungan seksual bersifat monogami dan eksklusif.
4. Persahabatan yang Berkembang Terlalu Jauh
Ada kalanya pasangan suami istri merasa kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi oleh pasangannya. Sehingga mereka cenderung mencari orang lain yang dapat memuaskan kebutuhan emosionalnya. Bila keterikatan emosional sudah terjalin rapat, sangat mungkin terpeleset ke dalam hubungan seksual di luar perkawinan.
5. Faktor usia
Dari hasil penelitian Kinsey (1953), persentase paling tinggi terjadinya penyelewengan oleh wanita menikah terjadi saat wanita berusia 36 - 40 tahun. Ada 2 faktor yang menurut Bell berpengaruh pada hal ini. Pertama pada usia itu, si istri biasanya berada pada puncak aktivitas seksualnya, baik dalam hal dorongan maupun ketrampilan teknis. Padahal sang suami sudah mulai menurun aktivitas seksualnya. Faktor kedua, dalam usia itu, wanita mulai bersiap memasuki usia tengah baya dan meninggalkan masa mudanya. Seringkali mereka menyeleweng untuk membuktikan bahwa mereka masih memiliki pesona masa mudanya. Selain itu ada juga beberapa kasus yang menunjukkan penyelewengan terjadi berkat "dorongan" yang diberikan oleh pasangannya. Biasanya kasus macam ini terjadi bila pasangan sudah menyeleweng terlebih dahulu. Sehingga dukungan untuk menyeleweng merupakan pertukaran bagi pasangannya untuk menyeleweng.